Rabu, 30 September 2020

Mencapai Pola Hubungan Yang Baik Antara Teman Sebaya

 

Pola Hubungan Yang Baik Dengan Teman Sebaya


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,teman sebaya diartikan sebagai kawan,sahabat atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat.Menurut Santrock (2007),kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama.Dari pengertian dia atas dapat disimpulkan pengertian teman sebaya adalah hubungan individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya.

Pertemanan adalah suatu tingkah laku yang di hasilkan dari dua orang atau lebih yang saling mendukung.Pertemanan dapat diartikan pula sebagai hubungan antara dua orang atau lebih yang memiliki unsur-unsur seperti kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain,simpati,empati,kejujuran dalam bersikap,dan saling pengertian (irwan kawi,2010).

Dengan berteman,seseorang dapat merasa lebih aman karena secara tidak langsung seorang teman akan melindungi temannya dari apapun yang dapat membahayakan temannya.Selain itu,sebuah pertemanan dapat dijadikan sebagai adanya hubungan saling berbagi dalam suka maupun duka,saling memberi dengan ikhlas,salingb percaya,saling menghormati,dan saling menghargai.

Remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama dengan teman sebayanya.Jadi dapat dimengerti bahwa sikap,pembicaraan,minat,penampilan,dan perilaku teman sebaya lebih besar pengaruhnya daripada keluarga.Didalam kelompok sebaya,remaja berusaha menemukan konsep dirinya.Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa memperdulikan sanksi-sanksi dunia dewasa.

Kelompok sebaya memberikan lingkungan yaitu dunia tempat remaja melakukan sosialisasi dimana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa,melainkan oleh teman seusianya (Depkes,2012)
Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan terima kawan sebaya atau kelompok.Sebagai akibatnya,mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan sebayanya.Bagi remaja,pandangan kawan-kawan terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting.

Santrock (2007:55) mengemukakan bahwa salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia diluar keluarga,memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya,mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik dibandingkan remaja-remaja lainnya.

Mempelajari hal-hal tersebut dirumah tidaklah mudah dilakukan karena saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda.Maka dari itu sebagian besar interaksi dengan teman-teman sebaya berlangsung diluar rumah ,lebih banyak berlangsung ditempat yang memiliki privasi dibandingkan ditempat umum,dan lebih banyak berlangsung diantara anak dengan jenis kelamin sama dibandingkan dengan jenis kelamin berbeda.

Teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan kepribadiannya.Teman sebaya memberikan sebuah dunia tempat para remaja melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka ciptakan sendiri.Disinilah anak dituntut untuk memiliki kemampuan baru dalam menyesuaikan diri dan dapat dijadikan dasar dalam interaksi sosial yang lebih besar.

Keluarga yang memberikan kehangatan serta ikatan emosi dalam kadar yang tidak berlebihan dan senantiasa memberikan dukungan positif dapat membantu anak mengembangkan ikatan lain diluar keluarga secara lebih baik.

Selasa, 29 September 2020

Pembelajaran Jarak Jauh Untuk Peserta Didik

 

Sistem pendidikan konvensional
Karakteristik pendidikan konvensional

  • Pengajar dan peserta didik berada dalam ruang yang sama pada waktu yang sama untuk melakukan kegiatan belajar-mengajar.
  • Kegiatan belajar-mengajar dilakukan dalam bentuk pertemuan tatap muka.
  • Pengajar menentukan tujuan belajar, materi ajar, dan evaluasi proses belajar dari peserta didiknya.
  • Proses komunikasi antara pengajar dan peserta didik dilakukan secara langsung atau bersifat analog.
  • Menitikberatkan pada peran pengajar sebagai sumber informasi dan dalam pengelolaan kelas selama proses belajar-mengajar berlangsung.[8]
Teknologi komunikasi dalam pendidikan konvensional
Keunggulan dan kelemahan pendidikan konvensional
  • Tingginya tingkat interaksi langsung antara pengajar dan peserta didik yang akan mempercepat terbentuknya relasi dan nilai-nilai dalam proses belajar-mengajar.[9]
  • Pertemuan tatap muka antara pengajar dan peserta didik mendukung terselenggaranya proses belajar-mengajar yang terfokus dan terkontrol sehingga pembelajaran dapat dioptimalkan.[10]
  • Kebergantungan kepada lokasi, tempat, dan kehadiran dari para peserta proses belajar-mengajar baik pengajar maupun peserta didik.
  • Biaya pendidikan relatif tinggi sebagai akibat dari timbulnya berbagai biaya untuk menunjang operasional sehari-hari pada lembaga penyelenggara pendidikan konvensional.
Sistem pendidikan jarak jauh
  • Akses, yakni terkait dengan keinginan untuk memperluas akses masyarakat terhadap pendidikan melalui penyelenggaraan pendidikan yang berbasis teknologi komunikasi dan informasi, bersifat massal, ekonomis, serta meminimalkan kendala jarak dan waktu.
  • Pemerataan yang merujuk kepada asas keadilan dan persamaan hak bagi siapa saja untuk mengenyam pendidikan tanpa dibatasi oleh berbagai kendala.
  • Kualitas, yaitu berkenaan dengan jaminan standar pengajar, materi bahan ajar dan ujian, dan proses pembelajaran interaktif yang berbasis teknologi komunikasi dan informasi.
Karakteristik pendidikan jarak jauh
  • Pengajar dan peserta didik tidak berada dalam satu ruang yang sama saat proses belajar-mengajar berlangsung.
  • Penyampaian materi ajar dan proses pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan media komunikasi dan informasi.
  • Menekankan pada cara belajar mandiri namun ada lembaga yang mengaturnya.
  • Keterbatasan pada pertemuan tatap muka. Biasanya pertemuan tatap muka dilakukan secara periodik antara peserta didik dengan pengajar atau tutor.
  • Fleksibilitas dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain masing-masing peserta didik dapat mengatur waktu belajarnya sendiri sesuai dengan ketersediaan waktu dan kesiapannya.
Teknologi komunikasi dalam pendidikan jarak jauh
Keunggulan dan kelemahan pendidikan jarak jauh
  • Proses pembelajaran dapat dilakukan tanpa dibatasi oleh keharusan pengajar dan peserta didik untuk berada di ruang dan waktu yang sama.
  • Penggunaan teknologi komunikasi dan informasi sebagai media pembelajaran menimbulkan biaya yang lebih rendah baik bagi penyelenggara pendidikan jarak jauh maupun peserta didik.
  • Materi ajar dan berbagai interaksi dalam bentuk tulisan yang dikemas secara digital memungkinkan peserta didik untuk dapat membaca kembali berulang-ulang informasi yang tercatat di dalamnya.
  • Minimnya kontak langsung antara pengajar dan peserta didik memperlambat proses terbangunnya relasi sosial dan nilai-nilai yang menjadi tujuan dasar dari pendidikan.
  • Rendahnya kontrol terhadap proses pembelajaran sebagai impikasi dari cara belajar mandiri yang menjadi titik berat dari pendidikan jarak jauh.
  • Keterbatasan teknologi komunikasi dan informasi yang tidak dapat menggantikan sepenuhnya proses komunikasi dan interaksi secara langsung yang terjadi dalam pendidikan konvensional.
Demografi Indonesia
Kondisi geografis Indonesia
Perkembangan pendidikan tinggi jarak jauh di Indonesia[sunting | sunting sumber]
Perguruan tinggi di Indonesia
Angka partisipasi perguruan tinggi
Penyelenggara pendidikan tinggi jarak jauh
Masa depan pendidikan jarak jauh
Ramalan masa depan pendidikan jarak jauh dalam metode Delfi
Masa depan pendidikan jarak jauh di Indonesia
  • Undang-undang (UU) nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi
  • UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
  • Peraturan pemerintah (PP) nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan
  • Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) nomor 109 tahun 2013 tentang penyelenggaraan pendidikan jarak jauh pada pendidikan tinggi
  • Permendikbud nomor 20 tahun 2011 tentang penyelenggaraan program studi di luar domisili perguruan tinggi

Pendidikan merupakan suatu proses akademis yang bertujuan untuk meningkatkan nilai-nilai moral, sosial, budaya dan agama sekaligus mempersiapkan peserta didik untuk mampu menghadapi berbagai tantangan dalam proses kehidupan. Dalam pendidikan terjadi proses komunikasi yang terorganisasi dan berkelanjutan untuk menumbuhkan aktivitas belajar dalam diri pembelajar sehingga pembelajar dapat mengembangkan kemampuannya dalam menemukan, mengolah, dan mengevaluasi berbagai informasi dan pengetahuan untuk kemudian berkontribusi dalam pencarian solusi atas masalah yang ada dan berpartisipasi aktif di masyarakat.[5] Dalam sistem pendidikan konvensional, metode yang digunakan adalah melalui pertemuan tatap muka antara pengajar dan peserta didik. Dengan kata lain, pengajar dan pembelajar berada di ruang yang sama pada waktu yang bersamaan juga untuk saling berkomunikasi dan berinteraksi.

Pendidikan konvensional adalah pendidikan formal yang menggunakan sistem klasikal dalam menyampaikan materi ajar baik di sekolah, akademi, universitas, dan sejenisnya.[6] Beberapa karakteristik dasar dari sistem pendidikan konvensional antara lain:[7]

Dalam sistem pendidikan konvensional, teknologi komunikasi yang digunakan untuk mendukung proses belajar-mengajar mencakup baik teknologi analog maupun teknologi digital dengan titik berat pada proses penyampaian informasi secara analog. Teknologi analog merujuk kepada segala bentuk teknologi yang dibuat untuk menyerupai bentuk asli dan yang dapat ditangkap oleh pancaindra manusia, sedangkan teknologi digital merupakan teknologi berbasis komputerisasi yang basis datanya terdiri dari bilangan nol dan satu.[4]

Proses komunikasi yang berlangsung dalam pertemuan tatap muka menekankan pada interaksi dan relasi sosial yang terbangun di antara pengajar dan peserta didik. Pengajar menyampaikan materi ajar kepada peserta didik secara langsung dengan berbagai ekspresi dan gerakan (gesture) yang mendukungnya, dan peserta didik dapat memberikan tanggapan serta mengekspresikan diri secara langsung juga. Teknologi komunikasi penunjang yang biasanya digunakan dalam pendidikan konvensional mencakup antara lain kertas, buku, papan tulis, spidol, televisi, radio, alat peraga, komputer, proyektor, dan lain-lain.

Keunggulan dari metode pendidikan konvensional antara lain:

Kelemahan dari metode pendidikan konvensional antara lain:

Pendidikan jarak jauh adalah suatu kajian kependidikan yang terus berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Karena itu juga pendidikan jarak jauh sering dipersepsikan sebagai suatu inovasi dalam metode pembelajaran abad 21 yang memiliki daya jangkau lintas ruang, waktu, dan sosioekonomi. Dengan adanya inovasi ini, masyarakat memiliki pilihan alternatif untuk mengakses pendidikan. Secara umum, pendidikan jarak jauh memiliki prinsip yang mencakup antara lain:[11]

Pendidikan jarak jauh memiliki beberapa karakteristik dasar, yaitu:[7]

Penyelenggaraan pendidikan jarak jauh tidak dapat dilepaskan dari penggunaan teknologi. Hal ini dikarenakan dalam pendidikan jarak jauh tidak terjadi kontak secara langsung antara pengajar dan peserta didik. Proses komunikasi antara keduanya dilakukan melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi. Walau demikian, pertemuan tatap muka tetap dapat dilakukan dengan frekuensi yang terbatas. Teknologi komunikasi dan informasi yang banyak digunakan dalam pendidikan jarak jauh adalah komputer dan internet.

Pemanfaatan komputer dan internet memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mengakses materi-materi ajar yang juga sudah dikemas dalam bentuk digital di mana pun dan kapan pun. Dengan menggunakan komputer dan internet juga, pengajar dan peserta didik dapat melakukan interaksi baik menggunakan aplikasi surat elektronik, video konferensi, atau forum diskusi dalam jaringan.[12] Meski penggunaan berbagai teknologi digital dalam pendidikan jarak jauh membuat batas-batas geografis seakan lenyap, namun proses komunikasi yang dimediasi oleh komputer dan internet memiliki keterbatasan dalam menangkap ekspresi dan gerakan (gesture) dari pengajar dan peserta didik. Teknologi komunikasi pendukung lainnya yang digunakan untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan jarak jauh antara lain buku elektronikcompact disc (CD) atau digital versatile disc (DVD) untuk rekaman audio dan video, perangkat pengolah informasi seperti tablet atau laptop.

Keunggulan dari metode pendidikan jarak jauh antara lain:

Kelemahan dari metode pendidikan jarak jauh antara lain:

Jumlah penduduk Indonesia berkisar 250 juta jiwa dan membuat Indonesia menjadi negara dengan kepadatan penduduk terbesar keempat di dunia. Menurut estimasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), populasi penduduk Indonesia akan terus meningkat dan akan mencapai 290 juta jiwa pada tahun 2045. Dengan laju pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berada di angka 2.5 persen juga akan terus menambah jumlah penduduk usia produktif (usia 15-64) di masa mendatang. Struktur usia yang mendominasi komposisi penduduk Indonesia adalah kelompok usia produktif dengan rata-rata usia penduduknya adalah 28.2 tahun pada tahun 2011. Angka tersebut merupakan median age yang berarti setengah dari populasi Indonesia berada pada usia 28.2 tahun lebih dan separuhnya lagi berusia di bawah 28.2 tahun. Kelompok usia muda akan dapat menjadi pilar kekuatan kerja Indonesia dengan kondisi bahwa kelompok usia tersebut mendapatkan pendidikan yang baik dan kesempatan kerja yang memadai juga.[13]

Sebagai negara kepulauan, Indonesia terdiri dari 13.487 pulau dengan 6000 di antaranya masih tidak berpenghuni. Setengah dari penduduk Indonesia yang berjumlah lebih dari 250 juta jiwa memilih untuk tinggal di pulau Jawa walau luas pulau Jawa hanya 6,9 persen dari total 37 persen luas daratan di Indonesia. Besarnya kepulauan di Indonesia yang disertai dengan pembangunan yang belum merata mengakibatkan tidak meratanya juga infrastruktur dan fasilitas di berbagai bidang termasuk pendidikan. Keterbatasan jumlah perguruan tinggi di suatu pulau kerap mendorong sebagian penduduk memilih untuk mengenyam pendidikan tinggi di pulau lainnya. Implikasi yang timbul dari pilihan tersebut adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan bukan hanya untuk pendidikan yang akan ditempuh, melainkan juga untuk biaya hidup lainnya.

Metode pendidikan secara tatap muka dikenal sebagai model utama pendidikan. Namun demikian, pendidikan jarak jauh juga sudah lama berkembang khususnya dengan peserta didik usia dewasa. Di Indonesia, pembelajaran jarak jauh (distance learning) adalah bagian dari pendidikan jarak jauh (distance education) yang telah diatur dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 terkait sistem pendidikan nasional.

Berdasarkan data DIKTI dan Kemendikbud, jumlah lembaga perguruan tinggi di Indonesia adalah 4.273, sementara jumlah siswa lulusan SMA dan SMK pada tahun 2014 adalah 2.804.664.[14][15] Lembaga perguruan tinggi di Indonesia memiliki daya tampung yang terbatas untuk menyerap siswa lulusan SMA dan SMK, yaitu hanya sekitar 50 persen saja. Akumulasi siswa lulusan SMA dan SMK yang tidak terserap akan terus meningkat setiap tahunnya jika daya tampung lembaga perguruan tinggi tidak ditingkatkan dan kendala keterbatasan finansial bagi sebagian penduduk belum teratasi. Berbagai strategi diupayakan untuk meningkatkan daya tampung perguruan tinggi melalui penambahan perguruan tinggi maupun pengembangan sistem pendidikan jarak jauh untuk memperluas akses pendidikan tinggi di Indonesia.

Angka partisipasi kasar (APK) adalah perbandingan jumlah peserta didik di jenjang tertentu dengan jumlah penduduk dalam kelompok umur yang sesuai. APK perguruan tinggi di Indonesia pada tahun 2014 hanya mencapai 30 persen. Yang termasuk dalam kategori APK ini adalah jumlah penduduk berusia 19-23 tahun yang sudah mengenyam pendidikan tinggi. Meski APK perguruan tinggi di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun, tetapi persentasenya masih terbilang rendah. APK perguruan tinggi Indonesia berada di bawah Malaysia, yaitu 60 persen dan Korea Selatan, yakni 90 persen. APK perguruan tinggi Indonesia diperkirakan akan meningkat signifikan ke angka 60-70 persen pada tahun 2045.[15] Dengan dikembangkannya sistem pendidikan jarak jauh yang tidak dibatasi jarak geografis dan dengan biaya yang relatif lebih rendah diharapkan akan meningkatkan layanan pendidikan bagi kelompok penduduk yang tidak dapat mengikuti pendidikan konvensional secara tatap muka.

Penyelenggaraan pendidikan jarak jauh di Indonesia pada mulanya hanya terbatas pada Universitas Terbuka yang menyediakan layanan pendidikan tanpa mengharuskan pengajar dan peserta didik untuk berada dalam ruang yang sama guna mengikuti proses belajar-mengajar. Seiring dengan upaya perluasan akses pendidikan tinggi di Indonesia, pemerintah Indonesia memberikan terobosan dengan mengizinkan perguruan tinggi lainnya untuk mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan jarak jauh dengan kriteria dan persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 24 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pendidikan jarak jauh pada perguruan tinggi. Dengan dikeluarkannya kebijakan ini, lembaga-lembaga yang semula hanya menyelenggarakan pendidikan konvensional mulai mengembangkan program pendidikan jarak jauh.

Beberapa lembaga perguruan tinggi di Indonesia yang telah memiliki program pendidikan jarak jauh antara lain:

Seiring kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang terus berkembang, metode pendidikan bermediasikan komputer dan internet khususnya, tidak lagi dianggap sebagai suatu teknologi eksperimental karena pendidikan tinggi perlu mempertimbangkan pertumbuhan peserta didik di era serba digital dan berbasis pengetahuan yang kompetitif ini. Pendidikan jarak jauh dapat melayani lebih banyak peserta didik sehingga diperkirakan sistem pendidikan ini akan terus berkembang di banyak lembaga pendidikan tinggi. Keberhasilannya akan turut ditentukan bukan hanya oleh ketersediaan teknologi komunikasi dan informasi, melainkan juga oleh kualitas materi ajar, pengajar, peserta didik, metode pedagogi, interaksi yang dapat diakomodir, dan sistem pendukung lainnya yang dibangun oleh penyelenggara pendidikan jarak jauh.[16]

Terlepas dari teknologi digital dapat mengatasi kendala jarak geografis dalam rangka terselenggaranya proses belajar-mengajar, namun ada komunikasi yang tidak dapat digantikan oleh penggunaan teknologi digital. Ada jenis komunikasi yang tetap mengharuskan komunikator dan komunikan duduk di ruangan yang sama dan berinteraksi satu sama lain. Bahkan teknologi layar video definisi tinggi atau hologram tiga dimensi tidak akan dapat menggantikan sepenuhnya komunikasi konvensional secara tatap muka. Dengan kata lain, pertemuan langsung tetap diperlukan dalam kondisi-kondisi tertentu, termasuk dalam proses belajar-mengajar. Itulah sebabnya metode pendidikan jarak jauh tidak akan menggantikan pembelajaran maupun komunikasi langsung dan secara pribadi. Pendidikan jarak jauh akan meningkatkan sistem pendidikan konvensional, namun tidak akan menghilangkannya.[17]

Dalam upaya untuk mengidentifikasi dan memprediksi tren yang akan muncul dalam suatu lingkungan tertentu, para perencana organisasi biasanya melihat sejumlah alat strategi pembangunan termasuk metode Delfi untuk membantu organisasi dalam memutuskan dan membuat perencanaan. Metode Delfi dipandang baik digunakan sebagai alat peramalan masa depan yang berguna untuk mengetahui masalah yang menjadi fokus riset para ahli di bidangnya, bukan sekadar fokus dari populasi masyarakat pada umumnya. Metode Delfi dibentuk untuk mencari tahu konsensus umum para ahli tentang suatu isu di masa depan. Karena metode Delfi memberikan gambaran yang cukup jelas tentang ke mana organisasi akan mengarah dan apa yang mungkin dilakukan di masa depan, metode ini sangat berguna dalam perencanaan skenario, termasuk dalam bidang pendidikan tinggi dan pendaftaran peserta didik.[18]

Salah satu hasil penelusuran pandangan dan opini para ahli dalam bidang pendidikan jarak jauh dikemukakan oleh Noa Aharony dan Jenny Bronstein dari Universitas Bar-Ilan. Dalam tulisannya yang berjudul “Sebuah Investigasi Delfi terkait Masa Depan Pendidikan Jarak Jauh” (A Delphi Investigation into the Future of Distance Education) diperoleh informasi bahwa dari 35 ahli yang diminta untuk menilai 16 pernyataan sesuai dengan apa yang mereka pikir mungkin akan terjadi (probabilitas) dan apa yang mereka ingin lihat terjadi (keinginan), temuan menunjukkan mayoritas ahli meramalkan bahwa penggunaan teknologi baru akan mengubah teori dan metodologi pendidikan konvensional. Hal ini akan berdampak pada keterampilan dan upaya para pengajar, umpan balik, interaksi dan proses penilaian pembelajaran. Namun terkait masa depan pendidikan jarak jauh, para ahli melihat terlepas dari adanya kecenderungan penyediaan layanan pendidikan jarak jauh formal secara penuh di masa depan, tetapi para ahli ragu bahwa pendidikan jarak jauh akan sepenuhnya menggantikan pendidikan konvensional. Selain itu, para ahli juga melihat peran teknologi seluler dan jejaring sosial sebagai fasilitator dalam proses berbagi informasi dalam sistem pendidikan jarak jauh yang menciptakan suasana kerjasama dan interaksi yang mudah di antara pengguna. Para ahli berpandangan bahwa asimilasi teknologi seluler dan jejaring sosial akan mempengaruhi metode pendidikan jarak jauh dan pedagogi.[19]

Rendahnya angka partisipasi perguruan tinggi di Indonesia yang merupakan implikasi dari keterbatasan daya tampung perguruan tinggi dan faktor kemampuan finansial yang tidak merata mendorong pemerintah Indonesia mengupayakan perluasan akses pendidikan bagi kelompok masyarakat di berbagai wilayah. Pendidikan jarak jauh dipandang sebagai salah satu solusi yang memungkinkan untuk meningkatkan pemerataan kesempatan pendidikan tinggi di Indonesia. Sistem pendidikan jarak jauh memiliki fleksibilitas yang tinggi, daya jangkau yang luas, dan lebih terjangkau daripada pendidikan konvensional. Keseriusan pemerintah Indonesia dalam mengembangkan pendidikan jarak jauh sebagai bagian dari sistem pendidikan di Indonesia ditunjukkan dengan dikeluarkannya berbagai produk hukum yang ikut mengatur pendidikan jarak jauh, antara lain:

Upaya untuk meningkatkan pemerataan akses pendidikan tinggi di Indonesia juga direspon baik oleh para penyelenggara pendidikan konvensional. Beberapa penyelenggara pendidikan konvensional mulai turut mengembangkan sistem pendidikan jarak jauh ini. Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pengembangan pendidikan jarak jauh di Indonesia adalah kesiapan infrastruktur teknologi komunikasi dan informasi, khususnya ketersediaan koneksi internet. Meski konektivitas jaringan internet di berbagai wilayah Indonesia sudah cukup baik, namun masih ada wilayah-wilayah yang masih belum dapat terhubung dengan internet. Pemerintah Indonesia berusaha menyiasatinya melalui program pengadaan satelit yang ditargetkan akan selesai dan dapat digunakan pada tahun 2016.

Penyelenggaran pendidikan jarak jauh di Indonesia tidak dimaksudkan untuk menggantikan sistem pendidikan konvensional secara tatap muka karena tujuan penyelenggaraanya adalah untuk memberikan layanan pendidikan tinggi kepada masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka dan memperluas akses serta mempermudah layanan pendidikan tinggi sebagaimana termaktub dalam Permendikbud nomor 109 tahun 2013

Senin, 28 September 2020

Menentukan Pilihan Studi Bagi Peserta Didik

 

upaya Guru Bimbingan Konseling dalam Mendorong Siswa Menentukan Pilihan Studi



Sekolah sebagai sarana pendidikan sangat perlu mengembangkan dirinya untuk optimalisasi tumbuh kembang anak didik. Sekolah tidak sekadar tempat belajar mengajar untuk  memenuhi tuntutan materi pelajaran saja, namun sekolah perlu menjadi bagian penting dalam tumbuh kembang dan masa depan anak didik di masyarakat nantinya.

Salah satu agenda sekolah dalam upayanya melakukan pengembangan diri adalah melibatkan semua komponen sekolah untuk membantu siswa dalam merencanakan masa depan yaitu kelanjutan studi ke jenjang yang lebih tinggi atau kuliah. Komponen sekolah tersebut adalah guru, orang tua, dan teman sebaya, yang secara signifikan dapat mempengaruhi siswa dalam menentukan pilihan studi.

Dari data kasus di SMA Negeri 5 Palembang berdasarkan hasil observasi, didapati bahwa penentuan pilihan studi ini sering kali menjadi masalah bagi siswa. Siswa mengalami kebingungan ketika dihadapkan pada masalah menentukan pilihan studi, yang sebenarnya sudah diantisipasi dari program Bimbingan Konseling. Namun, siswa masih diliputi kebimbangan apakah pilihan tersebut benar dan bagaimana dampak bagi masa depannya kelak.

Penyebab Kebimbangan Menentukan Pilihan Studi
Bimbingan Kelompok  untuk Mendorong Siswa Menentukan Pilihan Studi

Kebimbangan dalam menentukan pilihan studi dapat disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Salah satu faktor internal penyebab kebimbangan menentukan pilihan studi adalah siswa belum memiliki referensi yang luas mengenai jurusan-jurusan kuliah yang dapat dipilih. Siswa tidak memiliki gambaran untuk memilih jurusan karena tidak ada orientasi yang mendalam terhadap jurusan-jurusan yang ada di kuliah termasuk peluang kerja ke depannya. Ditambah pula, terkadang jurusan yang dipilih memiliki standar akademik yang tinggi melebihi kemampuan siswa.

Dari faktor eksternal, penyebab kebimbangan menentukan pilihan studi terbagi menjadi dua, yaitu faktor teman sebaya dan faktor orang tua. Faktor teman sebaya pada dasarnya dapat menjadi sumber dukungan dalam pengambilan keputusan penentuan pilihan studi (Kristiono, 2018). Hanya saja, tidak sedikit dukungan dari teman sebaya dianggap sebagai acuan keseragaman dalam menentukan kesamaan pilihan studi. Siswa memilih bukan atas dasar kemampuan pribadinya tetapi karena ikut-ikutan teman sebaya, yang belum tentu memiliki kemampuan yang sama rata.

Faktor lain yang juga menjadi penyebab kebimbangan siswa, adalah faktor orang tua  Permasalahan orang tua ini sering kali ditemui dalam sesi konseling antara guru Bimbingan Konseling (BK) SMA N 5 Palembang dengan siswa. Orang tua sudah memiliki pandangan tertentu akan masa depan anak yang terkadang berbeda dengan keinginan siswa. Orang tua punya preferensi tersendiri terhadap apa yang harus dipilih oleh siswa dan beranggapan bahwa pilihannya jauh lebih tepat dibandingkan pilihan pribadi siswa. Hal tersebut yang memicu konflik antara orang tua dan siswa, yang imbasnya pada penurunan motivasi siswa dalam belajar. Selain itu, status ekonomi orang tua pun berperan penting dalam pemilihan jurusan kuliah (Irmawari, 2008).

Ketiga faktor penyebab yang sudah disebutkan di atas sering kali tidak menjadi perhatian utama guru kelas atau guru mata pelajaran apabila siswa tidak menyampaikan pendapatnya. Guru BK, yang juga sebagai konselor siswa untuk itu harus lebih peka terhadap masalah penentuan pilihan studi tersebut.

Guru BK memegang peranan penting dalam memfasilitasi siswa menentukan pilihan studi. Guru BK sebagai penyedia layanan bimbingan dan konseling dapat bertindak menjadi penengah dalam kebimbangan siswa menentukan pilihan studi.

Dari berbagai layanan yang dimiliki oleh unit bimbingan konseling, guru BK dapat menerapkan layanan bimbingan kelompok untuk membantu siswa memahami dan mengatasi permasalahan yang dialami. Keunggulan bimbingan kelompok adalah memanfaatkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan konseling (Wibowo, 2005). Layanan bimbingan kelompok memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh bahan dari narasumber tertentu sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait atas masalah yang dihadapi (Prayitno, 1995).

Aspek penting dalam bimbingan kelompok ini adalah komunikasi efektif yang melibatkan guru dan siswa sehingga dapat mempengaruhi siswa dalam mengambil keputusan (Sugiyono, 2005). Komunikasi efektif dapat diterapkan Guru BK ketika memberikan orientasi gambaran kuliah dan gambaran karir ke depannya melalui beragam informasi (Marhaeni, 2009). Untuk mengoptimalkan komunikasi efektif, maka bentuk bimbingan kelompok yang dapat digunakan adalah bimbingan kelompok teknik diskusi (Fransiska, Fitriyadi, Istirahayu, 2007).

Teknik diskusi kelompok berbentuk pertemuan dengan dua orang atau lebih yang bertujuan untuk menghasilkan keputusan bersama melalui proses saling tukar pengalaman dan pendapat (Sukardi, 2008). Teknik diskusi dapat dijalankan dengan membuat sesi kelompok mengundang alumni yang sudah kuliah atau diskusi kelompok dengan guru BK tentang studi yang diminati.

Diskusi dapat dibagi dalam kelompok berdasarkan minat siswa sehingga diharapkan materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Selain gambaran pilihan studi, materi yang disampaikan dalam diskusi dapat dikembangkan dengan memberi gambaran kehidupan sosial dan akademik yang akan dihadapi di kuliah, sehingga dapat membantu siswa untuk berpikir lebih komprehensif. Bimbingan kelompok teknik diskusi ini dapat dilakukan berulang kali dengan mengambil tema keberagaman pilihan studi.

Setelah materi yang disampaikan alumni atau guru BK sudah disajikan, setiap siswa ditugaskan untuk menuliskan inti sari hasil diskusi kelompok dalam bentuk narasi yang nantinya akan dipresentasikan kepada orang tua. Siswa kemudian dilatih untuk berperilaku asertif menyampaikan pikiran dan perasaan atas hasil telaah pilihan studi yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Asertivitas dapat menjadi jembatan bagi siswa mengatasi masalah dorongan dari teman sebaya dan ketidaksetujuan orang tua atas pilihan studi yang akan dijalani. Dengan berlatih asertif, siswa diharapkan memiliki pendirian yang kuat sehingga tidak terpengaruh teman sebaya namun tetap dapat menerima masukan dari orang tua apabila ada kondisi-kondisi dimana keinginannya tidak dapat terpenuhi.

Untuk menyempurnakan hasil, tidak hanya siswa yang mendapatkan intervensi, tetapi orang tua pun harus ikut terlibat untuk membuat anak yakin dengan pilihannya, diantaranya dengan mengenalkan beragam profesi di luar profesi orang tua dan membantu anak mengenali potensi dirinya melalui tes minat bakat. Orang tua juga perlu mengembangkan komunikasi yang efektif untuk menyikapi perbedaan pendapat dengan anak dalam memilih jurusan ini.

Dengan terlibatnya semua komponen, diharapkan tujuan kegiatan dapat terlaksana, yaitu siswa dapat menentukan pilihan studi dengan yakin. Guru BK dan orang tua juga mendapatkan porsi yang tepat dalam upayanya mendorong siswa menentukan pilihan studi.

Jumat, 25 September 2020

Pengenalan Fasilitas Belajar Siswa Di Dalam Kurikulum 2013

 Pengertian Fasilitas Belajar

asilitas belajar merupakan sarana dan prasarana pembelajaran. Prasarana meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian dan peralatan olah raga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboraturium sekolah dan berbagai media pembelajaran yang lain.

Sedangkan menurut H. M Daryanto (2006: 51) secara etimologi (arti kata) fasilitas yang terdiri dari sarana dan prasarana belajar, bahwa sarana belajar adalah alat langsung untuk mencapai tujuan pendidikan, misalnya lokasi/tempat, bangunan dan lain-lain,  sedangkan prasarana adalah alat yang tidak langsung untuk mencapai tujuan pendidikan, misalnya ruang, buku, perpustakaan, laboraturium dan sebagainya.

 
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fasilitas belajar adalah sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pendidikan.
 

Macam-macam Fasilitas Belajar

Fasilitas belajar merupakan sarana dan prasarana yang dapat menunjang kelancaran proses belajar baik di rumah maupun di sekolah. Dengan adanya fasilitas belajar yang memadai maka kelancaran dalam belajar akan dapat terwujud. Kaitannya dengan fasilitas belajar, Slameto (2003: 63) mengemukakan bahwa:

Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misal makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis-menulis, buku-buku dan lain-lain. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang.

Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa fasilitas belajar erat kaitannya dengan kondisi ekonomi orang tua siswa. Dengan kondisi ekonomi orang tua yang baik, maka orang tua akan lebih mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan anaknya termasuk dalam hal penyediaan fasilitas belajar di rumah yang memadai.
 
Begitu juga dengan pemenuhan kelengkapan fasilitas di sekolah, jika sekolah memiliki kemampuan keuangan yang baik, maka kelengkapan fasilitas penunjang kegiatan belajar siswa dapat terpenuhi dengan baik. Semakin lengkap fasilitas belajar, akan semakin mempermudah dalam melakukan kegiatan belajar.
Sebagaimana dikemukakan oleh S. Nasution (2005: 76) bahwa:

Untuk memperbaiki mutu pengajaran harus di dukung oleh berbagai fasilitas, sumber belajar dan tenaga pembantu antara lain diperlukan sumber-sumber dan alat-alat yang cukup untuk memungkinkan murid belajar secara individual. Antara lain diperlukan sumber-sumber dan alat-alat yang cukup untuk memungkinkan murid belajar secara individual.    

Dengan demikian, adanya fasilitas belajar yang lengkap diharapkan akan terjadi perubahan, misalnya dengan sekolah menyediakan fasilitas belajar yang lengkap, siswa akan lebih bersemangat dalam belajar, siswa tidak perlu meminjam ataupun menggantungkan tugasnya pada teman, karena ia dapat mengerjakan tugasnya sendiri dengan bantuan fasilitas yang telah disediakan.
 
Ketersediaan fasilitas belajar di sekolah yang lengkap dan memadai juga merupakan indikasi atau syarat menjadi sekolah yang efektif. Sekolah yang efektif sendiri menurut Levine dalam Burhanuddin Tola   dan Furqon (2008)dapat diartikan sebagai sekolah yang menunjukkan tingkat kinerja yang diharapkan dalam menyelenggarakan proses belajarnya, dengan menunjukkan hasil belajar yang bermutu pada peserta didik sesuai dengan tugas pokoknya.
 
Pada akhirnya konsep sekolah efektif ini berkaitan langsung dengan mutu kinerja sekolah. Sebagaimana dikemukakan oleh Satori dalam Burhanuddin Tola dan Furqon (2008), bahwamutu pendidikan (MP) di sekolah merupakan fungsi dari mutu input peserta didik yang ditunjukkan oleh potensi siswa (PS), mutu pengalaman belajar yang ditunjukkan oleh kemampuan profesional guru (KP), mutu penggunaan fasilitas belajar (FB), dan budaya sekolah (BS) yang merupakan refleksi mutu kepemimpinan kepala sekolah. Pernyataan tersebut dapat dirumuskan dalam formula sebagai berikut: MP = f (PS.KP.FB.BS)
 
Fasilitas belajar yang dimaksudkan dalam pernyataan tersebut adalah menyangkut ketersediaan hal-hal yang dapat memberikan kemudahan bagi perolehan pengalaman belajar yang efektif dan efisien.  Fasilitas belajar yang sangat penting adalah laboratorium yang memenuhi syarat bengkel kerja, perpustakaan, komputer, dan kondisi fisik lainnya yang secara langsung mempengaruhi kenyamanan belajar.
 
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya fasilitas belajar yang lengkap dan memadai merupakan salah satu faktor dari mutu kinerja sekolah yang efektif. Sekolah akan menjadi sekolah yang mempunyai mutu baik jika dalam penyelengaraan kegiatan belajarnya tidak hanya didukung oleh potensi siswa, kemampuan guru dalam mengajar ataupun oleh lingkungan sekolah, akan tetapi juga harus didukung adanya kelengkapan fasilitas belajar siswa yang memadai sehingga penggunaannya akan menunjang kemudahan siswa dalam kegiatan belajarnya.
 
Dalam Keputusan Menteri P dan K No. 079/1975, fasilitas belajar terdiri dari 3 kelompok besar yaitu:

1. Bangunan dan perabot sekolah
Bangunan di sekolah pada dasarnya harus sesuai dengan kebutuhan pendidikan dan harus layak untuk ditempati siswa pada proses kegiatan belajar mengajar di sekolah. Bangunan sekolah terdiri atas berbagai macam ruangan. Secara umum jenis ruangan ditinjau dari fungsinya dapat dikelompokkan dalam ruang pendidikan untuk menampung proses kegiatan belajar mengajar baik teori maupun praktek, ruang administrasi untuk proses administrasi sekolah dan berbagai kegiatan kantor, dan ruang penunjang untuk kegiatan yang mendukung proses belajar mengajar. Sedangkan perabot sekolah yang pada umumnya terdiri dari berbagai jenis mebel, harus dapat mendukung semua semua kegiatan yang berlangsung di sekolah, baik kegiatan belajar mengajar maupun kegiatan administrasi sekolah.
 
2. Alat pelajaran
Alat pelajaran yang dimaksudkan disini adalah alat peraga dan buku-buku bahan ajar. Alat peraga berfungsi untuk memperlancar dan memperjelas komunikasi dalam proses belajar mengajar antara guru dan siswa. Buku-buku pelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, biasanya terdiri dari buku pegangan, buku pelengkap, dan buku bacaan.

3. Media pendidikan
Media pengajaran merupakan sarana non personal yang digunakan atau disediakan oleh tenaga pengajar yang memegang peranan dalam proses belajar untuk mencapai tujuan instruksional. Media pengajaran dapat dikategorikan dalam media visual yang menggunakan proyeksi, media auditif, dan media kombinasi.

Kamis, 24 September 2020

Membentuk Kelompok Belajar Peserta Didik

 6 Cara atau metode dalam membentuk kelompok diskusi dan kelompok belajar  

1. Metode menghitung
Cara atau metode pertama yang bisa dicoba dalam membentuk kelompok diskusi/kelompok belajar yakni dengan cara menghitung, misalnya saja akan dibentuk 5 kelompok, maka siswa diminta berhitung dari 1-5.
Siswa yang duduk dibagian depan mulai menghitung angka 1 dilanjutkan dengan siswa yang ada didekatnya dengan angka 2  kemudian siswa yang ada didekatnya menyebut akngka 3 dan begitu seterusnya sampai angka 5.

Jika sudah sampai angka 5, siswa selanjutnya kembali menghitung mulai dari angka 1-5 sampai semua siswa dalam kelas telah memiliki no.urut/kepala, selanjutnya siswa yang memiliki no.urut/kepala yang sama  menjadi teman satu kelompok

2. Metode memilih sendiri teman kelompok
Selanjutnya metode yang juga biasa digunakan dalam memilih teman kelompok yakni dengan memberi kebebasan pada siswa untuk memilih sendiri teman kelompoknya, namun metode ini terkadang menimbulkan beberapa masalah.

Misalnya saja ada beberapa siswa yang tidak dipilih untuk menjadi kelompok tertentu, alhasil haus dilakukan pembentukan kelompok ulang, siswa biasanya akan membentuk kelompok bersama teman akrabnya/teman gengnya.

3. Kelompok homogen
Metode ini adalah suatu pembentukan kelompok yang mengelompokkan siswa yang sejenis, misalnya saja siswa laki-laki satu kelompok dengan siswa laki-laki, begitupun dengan siswa perempuan dikelompokkan dengan perempuan semuanya.

4. Kelompok heterogen
Kelompok heterogen adalah kelompok yang dibentuk berdasarkan beberapa pertimbangan, misalnya jenis kelamin, kepintaran, latar belakang, suku dan agama. Dalam satu kelompok anak yang pintar dikelompokkan dengan anak yang kurang pintar, anak yang kaya dikelompokkan dengan anak yang kurang mampu, anak yang berasal dari suku berbeda dijadikan satu kelompok.

Metode kelompok heterogen cukup baik dalam mendidik anak untuk saling menghargai satu sama lain, saling membantu satu sama lain. Kelompok heterogen sangat tepat dalam mengajarkan nilai-nilai kebersamaan pada anak tanpa melihat latar belakang siswa tersebut, peringkat dalam kelas, suku dan agamanya.

5. metode undian
Cara membentuk kelompok dengan metode undian yakni dengan mengetahui terlebih dahulu jumlah siswa yang ada di dalam kelas, selanjutnya menetukan jumlah kelompok yang akan dibentuk. Misalkan saja dalam kelas ada 20 siswa dan akan dibentuk 5 kelompk maka dibuat gulungan kertas yang bernomorkan angka 1 sebanyak 4, bernomorkan angka 2 sebanyak 4, bernomorkan angka 3 sebanyak 4 buah, bernomorkan angka 4 sebanyak 4 buah dan bernomorkan angka 5 sebanyak 4 buah.

Selanjutnya siswa diminta satu persatu untuk mengambil masing-masing satu gulungan kertas, dan siswa yang mendapat angka sama otomatis menjadi satu kelompok.

6. Kelompok besar dan kelompok kecil
Pembentukan kelompok besar dan kelompok kecil tergantung materi pelajaran yang akan dilakukan, kelompok kecil biasanya terdiri dari 2-4 orang perkelompok sedangkan kelompok besar terdiri dari 5-10 angggota kelompok. Dalam diskusi kelompok kecil kemungkinan akan lebih efektif.

Rabu, 23 September 2020

Mengembangkan Kemampuan Menyelesaikan Konflik

 

Mengembangkan Kemampuan Menyelesaikan Konflik


Menyelesaikan konflik tidak saja memerlukan keahlian memetakan anatomi konflik tetapi juga kemampuan menelusuri pada tingkat mana konflik tersebut terjadi. Apakah pada tingkat sistemik, pada tingkat manajerial, atau pada tingkat pragmatik. Untuk menyelesaikan konflik pada tingkatan masing-masing tadi selain memerlukan pendekatan tersendiri juga memerlukan keterampilan manajerial yang efektif. Gambaran di bawah ini barangkali akan memudahkan membantu untuk secara efektif menilik kecakapan Anda dalam memfasilitasi penyelesaian konflik.

1.Ketegangan, tekanan, dan ketidakpastian ditemukan dalam sebagian besar bentuk kehidupan organisasi. Agar menjadi efektif, seseorang harus mampu mengatur diri sendiri, dan waktu mereka secara efisien.

2.Terkikisnya nilai-nilai tradisional menyebabkan orang bingung terhadap keyakinan dan nilai-nilai pribadinya. Untuk menjadi taat asas, dan demi keuntungan semua pihak, setiap orang harus mampu melihat nilai-nilai pribadinya sendiri secara jelas.

3.Dengan ruang lingkup pilihan yang luas, yang akan merupakan dasar perencanaan, setiap orang harus mengenali dengan jelas tujuan maupun sasaran pribadi mereka.

4.Sistem organisasi saja tidak dapat memberikan peluang belajar, yang diperlukan orang dewasa ini ialah bagaimana mereka masing-masing bertanggung jawab atas usaha terus-menerus dalam meningkatkan pertumbuhan pribadi dan profesional mereka.

5.Karena masalah kehidupan menjadi semakin kompleks, sumberdaya kerap kali kurang tersedia. Kemampuan untuk menyelesaikan konflik dengan cepat dan efektif merupakan kemampuan manajerial yang penting.

6.Menghadapi perubahan tuntutan dan tekanan, gagasan baru dan inovasi terus-menerus sangatlah penting. Setiap individu harus mampu memanfaatkan peluang, bersikap kreatif, dan mengelola inovasi.

7.Pergeseran dalam hubungan hirarkis tradisional menuntut kemampuan dalam memimpin orang lain tanpa harus berlindung pada wewenang langsung, profesi, identitas, atau status sosial tertentu.

8.Banyak gaya, model, dan metode manajemen tradisional tidak mencukupi atau diterima lagi. Seseorang, dengan demikian perlu mengembangkan gaya manajerial baru dan yang lebih signifikan serta sikap yang berbeda terhadap perkembangan jaman.

9.Meningkatnya konflik dan kesulitan mengelolanya menuntut agar seseorang menjadi lebih mampu dalam menggunakan sumberdaya yang ada untuk dikelola secara efektif.

10.Kebutuhan akan kemampuan menyesuaikan diri dan efisien pada setiap tingkat organisasi menuntut tokoh masyarakat dan para agen perubahan untuk melatih orang dalam teknik dan praktek baru manajemen.

11.Masalah yang kompleks semakin menuntut usaha terpadu dari pihak-pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi untuk membantu mencari pemecahannya. Para tokoh masyarakat dan agen perubahan harus mampu membentuk dan mengembangkan tim yang dengan cepat menjadi terandalkan dan mampu menyelesaikan konflik.

Kesebelas faktor di atas tadi merupakan jawaban kunci jika seseorang hendak memposisikan diri sebagai fasilitator, atau mediator dalam penyelesian konflik. Alih-alih, tantangan tersebut janganlah dipandang sebagai hambatan atau mematahkan semangat, melainkan agar supaya dilihat dan ditilik sebagai faktor untuk menciptakan suatu kebutuhan, yang, di masa sekarang sangat sulit untuk dikatakan tidak penting. Sebab, manakala kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit untuk diputuskan, maka keterampilan mencari solusi yang tentatif, sangatlah diperlukan.

Keberadaan kita, dengan begitu menjadi sangat kritis, apalagi jika, kita tidak mampu menempatkan diri dalam hubungan yang netral dengan konflik itu sendiri. Maka kepekaan untuk meletakkan dan mendudukkan setiap persoalan pada tempat yang semestinya merupakan keterampilan tersendiri yang tidak boleh ditawar-tawar. Seyogyanyalah, kesenjangan tersebut menjadi pemicu dan pemacu untuk kita bersama agar semakin mengakrabkan diri dengan wacana-wacana baru yang relevan dengan keterampilan menyelesaikan konflik.

Dengan demikian, dalam situasi dan dalam keadaan yang seperti apapun, kita telah siap dan mampu menggulirkan kegiatan proses memetakan anatomi konflik dan menyusun strategi, taktik, serta rencana tindakan untuk menyelesaikannya.

Selasa, 22 September 2020

Meyakini Kaidah Ajaran Agama

Keimanan dalam agama Islam


Keimanan sering disalahpahami dengan 'percaya', keimanan dalam Islam diawali dengan usaha-usaha memahami kejadian dan kondisi alam sehingga timbul dari sana pengetahuan akan adanya Yang Mengatur alam semesta ini, dari pengetahuan tersebut kemudian akal akan berusaha memahami esensi dari pengetahuan yang didapatkan. Keimanan dalam ajaran Islam tidak sama dengan dogma atau persangkaan tetapi harus melalui ilmu dan pemahaman. Itu sendi dan kepercayaan diri seorangnya Implementasi dari sebuah keimanan seseorang adalah ia mampu berakhlak terpuji. Allah sangat menyukai hambanya yang mempunyai akhlak terpuji. Akhlak terpuji dalam islam disebut sebagai akhlak mahmudah.Beberapa contoh akhlak terpuji antara lain adalah bersikap jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati, tawadhu, istiqomah dll. Sebagai umat islam kita mempunyai suri tauladan yang perlu untuk dicontoh atau diikuti yaitu nabi Muhammad SAW. Ia adalah sebaik-baik manusia yang berakhlak sempurna. Ketika Aisyah ditanya bagaimana akhlak rosul, maka ia menjawab bahwa akhlak rosul adalah Al-quran. Artinya rosul merupakan manusia yang menggambarkan akhlak seperti yang tertera di dalam Al-quran.

Adapun sikap 'percaya' didapatkan setelah memahami apa yang disampaikan oleh mu'min mubaligh serta visi konsep kehidupan yang dibawakan. Percaya dalam Qur'an selalu dalam konteks sesuatu yang ghaib, atau yang belum terrealisasi, ini artinya sifat orang yang beriman dalam tingkat paling rendah adalah mempercayai perjuangan para pembawa risalah dalam merealisasikan kondisi ideal bagi umat manusia yang dalam Qur'an disebut dengan 'surga', serta meninggalkan kondisi buruk yang diamsalkan dengan 'neraka'. Dalam tingkat selanjutnya orang yang beriman ikut serta dalam misi penegakkan Din Islam.

Adapun sebutan orang yang beriman adalah Mu'min

Tahap dan Tingkatan Iman serta Keyakinan
Tahap-tahap keimanan dalam Islam adalah:

  • Dibenarkan di dalam qalbu (keyakinan mendalam akan Kebenaran yang disampaikan)
  • Diikrarkan dengan lisan (menyebarkan Kebenaran)
  • Diamalkan (merealisasikan iman dengan mengikuti contoh Rasul)

Tingkatan Keyakinan akan Kebenaran (Yaqin) adalah:

  • Ilmul Yaqin (yaqin setelah menyelidikinya berdasarkan ilmu) contoh ---- seperti keyakinan orang amerika yang masuk islam setelah membuktikan AL QUR'AN dengan ILMU PENGETAHUAN
  • 'Ainul Yaqin (yaqin setelah melihat kebenarannya hasilnya baik berupa mu'zizat, karomah dll ) contoh ----- keyakinan Bani israil yaqin setelah melihat mu'zizat dari nabinya
  • Haqqul Yaqin (yaqin yang sebenar-benarnya meskipun belum dibuktikan dengan ilmu dan belum melihat kebenarannya) contoh ----- yakinnya para sahabat RA kepada nabi MUHAMMAD.SAW pada peristiwa ISRA' MIRAJ meskipun tidak masuk akal(berdasarkan ilmu) dan tidak seorang sahabat pun melihat kejadian itu, namun mereka tetap meyakini peristiwa itu .

 

Senin, 21 September 2020

Masalah Pribadi Dalam Kehidupan Pribadi

 

Permasalahan Pribadi Sosial serta Strategi Teknik Bimbingan Pribadi Sosial dalam Pembelajaran


Dalam hal ini basanya peserta didik banyak mempunyai masalah pribadi maupun sosial yang harus menemukan jalan agar peserta didik dapat memikirkan pelajaran dalam sekolah, karena tugas peserta didik adalah belajar bukan memikirkan masalah, bimbingan konseling sangat penting dalam strategi dan bimbingan pribadi sosial dalam pembelajaran.

Pendidikan merupakan sebuah proses yang berlangsung secara terus menerus dalam rentang kehidupan manusia. Pendidikan merupakan sarana yang sangat penting bagi pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki daya saing sehingga bisa melanjutkan dan memajukan pembangunan suatu bangsa. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Dalam menempuh pendidikan, tidak selamanya proses terjadi sesuai dengan harapan. Banyak siswa sering menghadapi berbagai hambatan dan permasalahan dalam menempuh proses pendidikan, seperti munculnya berbagai perubahan perilakunya sehari-hari, kejenuhan belajar, tidak mengerjakan tugas dan lain sebagainya. Dalam hal ini dapat kita simpulkan bahwa peranan dalam hubungan sosial sangatlah penting untuk menghadapi masalah pribadi maupun sosial.
Secara umum, masalah yang terhimpun dalam persoalan pribadi-sosial meliputi masalah hubungan interaksi dengan orang lain (orang tua, saudara, teman, guru dan masyarakat di lingkungan individu), masalah pengaturan diri baik dalam bidang kerohanian, perawatan diri (jasmani dan rohani), penyelesaian konflik dan sebagainya.

Permasalahan dalam masalah pribadi dan sosial. maka permasalahan yang dihadapi adalah sebagai berikut:

1. Masalah-masalah yang berkaitan dengan bidang pribadi
a. Ketakwaan kepada Allah SWT, mencakup:
Kurang motivasi untuk mempelajari agama sebagai pedoman hidup.
Kurang memahami bahwa agama sebagai pedoman hidup.
Kurang memiliki kesadaran bahwa setiap perbuatan manusia diawasi oleh Tuhan.
Masih merasa malas untuk melaksanakan shalat.
Kurang memiliki kemampuan untuk bersabar dan bersyukur.
b. Perolehan sistem nilai, meliputi:
Masih memiliki kebiasaan berbohong.
Masih memiliki kebiasaan mencontek.
Kurang berdisiplin (khususnya memelihara kebersihan).
c. Kemandirian emosional, meliputi:
Belum mampu membebaskan diri dari perasaan atau perilaku kekanak-kanakan.
Belum mampu menghormati orang tua atau orang lain secara ikhlas.
Masih kurang mampu menghadapi atau mengatasi situasi frustrasi (stress) secara positif.
d. Pengembangan keterampilan intelektual, meliputi:
Masih kurang mampu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang matang.
Masih suka melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkan baikburuknya, untuk-ruginya.
e. Menerima diri dan mengembangkan secara efektif, meliputi:
Kurang merasa bangga dengan keadaan diri sendiri.

2. Merasa rendah diri, berkaitan dengan bidang sosial:
a. Berperilaku sosial yang bertanggung jawab, meliputi:
Kurang menyenangi kritikan apabila bergaul dengan orang lain yang mempunyai kelebihan (seperti teman yang lebih cantik/ cakep).
3. Kurang memahami tata karma
(etika) pergaulan.
Kurang berpartisipasi dalam kegiatan sosial, baik di sekolah maupun di masyarakat.
4. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, meliputi:
Merasa malu untuk berteman dengan lawan jenis.
Merasa tidak senang kepada teman yang suka mengkritik.

Srategi Dan Teknik Bimbingan Konseling Pribadi Sosial

Juntika dan dipertegas dengan ABKIN dalam rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal, mengemukakan beberapa macam teknik bimbingan yang dapat digunakan untuk membantu perkembangan murid, yaitu:

Konseling individual.

Konseling individual adalah merupakan bantuan yang sifatnya terapeutik yang diarahkan untuk mengubah sikap dan perilaku murid. Konseling dilaksanakan melalui wawancara langsung dengan murid.

Dalam konseling, berisi proses belajar yang ditujukan agar murid dapat mengenal, menerima, mengarahkan, dan menyesuaikan diri secara relialistis dalam kehidupannya di sekolah maupun di rumah. Dalam konseling tercipta hubungan pribadi yang unik dan khas, dengan hubungan tersebut murid diarahkan agar dapat membuat keputusan, pemilihan, dan rencana yang bijaksana, serta dapat berkembang dan berperan lebih baik di lingkungannya. Konseling membantu murid agar lebih mengerti dirinya sendiri, mampu mengeksplorasi dan memimpin diri sendiri, serta menyelesaikannya tugas dikehidupannya.

Konsultasi

Konsultasi merupakan salah satu teknik bimbingan yang penting sebab banyak masalah karena sesuatu hal akan lebih berhasil jika ditangani secara tidak langsung oleh konselor. Konsultasi dalam pengertian umum dipandang sebagai nasihat dari seorang profesional. Pengertian konsultasi dalam program bimbingan dipandang sebagai suatu proses menyediakan bantuan teknis untuk guru, orang tua, administrator, dan konselor lainnya dalam mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang membatasi efektivitas murid atau sekolah.